TAKHRIJUL HADIS
Untuk
memenuhi tugas mata kuliah ulumul hadist
Oleh Imam Hanafi
Email Nafi_inaf@yahoo.com/Hanafiyes@gmail.com
Segala puji bagi Allah yang memberikan rahmat dan
karunianya kepada kita sekalian.. Salawat beserta salam semoga tercurah
limpahkan kepada nabi Muhammad saw, keluarganya, sahabatnya, tabi`in dan
tabi`atnya beserta kepada kita sekalian selaku umatnya.
Kami bersyukur sekali atas nikmatnya, sehingga saya
dapat menyelesaikan sebuah makalah yang berjudul Takhrijul Hadis.Tujuan dibuatnya makalah ini agar mengetahui dan
memahami tentang bagaimana mentakhrij hadis dan kitab-kitab apa saja yang digunakan
terkait dalam takhrijul hadis.
Walaupun penyusunan makalah ini diusahakan secara
maksimal, penulis menyadari bahwa dalam makalah ini banyak kekurangan. Untuk
itu penulis mengharapakan saran dan kritik yang membangun. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi penulis dan para pembaca umumnya. Amiin
Blitar , April, 2011.
Penyusun
I.1 LATAR BELAKANG
Kegiatan men-takhrij hadis muncul dan diperlukan pada
masa ulama Mutaakhirin. Sedang
sebelumnya, hala ini tidak pernah dibicarakan dan diperlukan. Kebiasaan ulama Mutaqaddimin menurut Al Iraqi, dalam
mengutip hadis-hadisnya tidak pernah membicarakan dan menjelaskan darimana
hadis itu dikeluarkan, serta bagaimana kualitas hadis-hadis tersebut, sampai
kemudian datang An-nawawi yang melakukan hal itu.
Ulama yang pertama kali melakukan takhrij menurut Mahmud Ath-thahhan ini, ialah Al-khatib Al-bagdadi
(463 H). kemudian dilakukan pula oleh Muhammad bin musa al-hazimi (W.584 H)
dengan karyanya Takhrij Ahadits Al-Muhadzdzab. Ia mentakhrij kitab fiqih
syafi’iyah karya Abu Ishaq Asy-Syirazi. Ada juga ulama lainnya, seperti Abu
Al-Qasim Al-Husaini dan Abu Al-Qasim Al-Mahrawani. Karya kedua ulama ini hanya
berupa Mahthuthah (manuskrip) saja. Pada perkembangan selanjutnya, cukup banyak
bermunculan kitab-kitab tersebut yang berupaya men-takhrij kitab-kiatab dalam
berbagai disiplin ilmu agama.
Yang termasyhur di antara kitab-kitab tersebut, selain
karya Muhammad bin Musa Al-Hazimi di atas, ialah kitab takhrij Ahadts
Al-Mukhtashar Al-Kabir karya Muhammad bin Ahmad Abd Al-Hadi Al-Maqdisi (w. 744
H), Nashb ar-rayah li ahadits al-hidayah dan takhrij ahadits al-kasysyaf,
keduanya karya Abdullah bin yusuf Al-Zaila’i(w. 762 H), dan Al-Badr Al-Munir fi
Takhrij Al-Ahadits wa Al-Atsaral-Waqi’ah fi Syarh Al-Kabir karya Ibn
Al-Mulaqqin (w. 804 H)
Sepintas tentang sejarah Tahrijul hadist yang mana akan
mengawali dalam pembahasan makalah kami agar lebih mengenal dan mengetahui akar
dari permasalahanya
TAKHRIJUL
HADIS
1.
Pengertian Menurut
Bahasa
Kata takhrij dari kata kharraja, yukhariju, yang secara
bahasa mempunyai bermacam-macam arti. Menurut mahmud ath-Thahhan, asal kata Takhrij,
ialah :
إََِِ جِْْْتمَا عُ أَمَََْرَ يْنِِِ مُتَضَا دَيْنِ فِي شَيْ
ءٍ وَ ا حِد
”Berkumpulnya dua hal yang bertentangan dalam satu persoalan”
Dalam arti lain tajrih/takhrij atau jarah dalam
pengertian bahasa : melukai tubuh ataupun yang lain dengan menggunakan benda
tajam, pisau, pedang dasn sebagainya, luka yang disebabkan oleh kena pisau dan sebagainya
dinamakan jurh. Dan di artikan pula jarah dengan memawkai dan menistai, baik
dimuka ataupun dibelakang.
Dari sudut pendekatan kebahasaan ini, kata takhrij juga
memiliki beberapa arti, yaitu pertama, berarti al-istinbath ( mengeluarkan dari
sumbernya ). Kedua berarti at-tadrib (latihan ) ketiga berarti at-taujih
(pengarahan, menjelaskan duduk persoalan)
2.
Pengertian Secara
Terminologis
Para ulama ahli hadis dalam hal ini mengemukakan
beberapa definisi, seperti di bawah ini :
Menurut satu definisi, arti takhrij sama dengan Al-ikhraj
yaitu Ibraz Al-Hadits li an-nas bidzikri mahrajih (mengumgkapkan atau
mengeluarkan hadits kepada orang lain dengan menyebutkan para perawi yang
berada dalam rangkaian sanadnya sebagai yang mengelaurkan hadits). Misalnya
dikatakan : hadza hadits akhrajahu al-bukhari atau kharrajahu al-bukhari (
hadist ini dikeluarkan oleh al-bukhari). Arti takhrij menurut definisi ini
banyak dipakai oleh para ulama dalam mengutip atau menyebutkan suatu hadis.
Menurut definisi berikutnya, di sebutkan bahwa kata
takhrij berarti ikhraj al-ahadits min buthuni al-kutub wa riwayatuh (
mengeluarkan sejumlah hadis dari kandungan kitab-kitabnya dan meriwayatkannya
kembali ). Pengertian ini diantaranya dikemukakan oleh as-sakhawi, ia menambahkan
bahwa orang yang mengeluarkan hadis tersebut kemudian meriwayatkannya atas
namanya sendiri atau atas nama guru-gurunya, serta menyandarkannya kepada
penulis kitab yang dikutipnya.
Menurut definisi lainnya, kata takhrij berarti
ad-dalalah ala mashadir al-hadits al-ashliyah wa azzuhu ilaihi ( petunjuk yang
menjelaskan kepada sumber-sumber asal hadis ). Di sini dijelaskan siapa-siapa
yang menjadi para perawi dan mudawwin yang menyusun hadis tersebut dalam suatu
kitab.
Menurut mahmud ath-thahhan, definisi yang disebut ketiga
ini yang banyak dipakai dan terkenal pada kalangan ulama ahli hadis.
Berdasarkan definisi ini, ia menyabutkan pengertian takhrij sebagai
berikut:
ا لدَّ لاَ لَةُ عَلَى مَوْ ضِعِ اْ لحَدِ يْثِ فِيْ مَصَا دِرِهِ اْلاَصْلِيَتِهِ الَّتِيْ
أَخْرَجَتِهِ بِسَنَدِهِ ثُمَّ بَيَا نِ مَرْتَبَتِهِ عِِِنْدَ اْلحَا جَةِ
“petunjuk tentang tempat atau letak hadis pada sumber aslinya, yang
diriwayatkan dengan menyebutkan sanadnya, kemudian dijelaskan martabat atau
kedudukannya manakala diperlukan .
Berdasarkan definisi di atas, maka me-ntakhrij, berarti
melakukan dua hal, yaitu yang pertama berusaha menemukan para penulis hadis itu
sendiri dengan rangkaian silsilah sanad-nya dan menunjukannya pada karya-karya
mereka, seperti kata-kata akhrajahuh al-baihaqi, akhrajahu al-thabrani fi
mu’jamih atau akhrajahu ahmad fi musnadih.
Penyebutan sumber-sumber hadis dalam definisi di atas,
bisa dengan menyebutkan sumber utama atau kitab-kitab induknya, seperti
kitab-kitab yang termasuk pada kutub as-sittah; atau sunber-sumber yang telah
di olah oleh para pengarang berikutnya yang berusaha menyusun dan menggabungkan
antara kitab-kitab utama tersebut, seperti kitab al-jami’baina as-shahihain
oleh al-humaidi; atau sumber-sumber yang berusaha menghimpun kitab-kitab hadis
dalam masalah-masalah atau pembahasan khusus, seperti masalah fiqih, tafsir
atau tarikh.
Kedua, memnberikan penilaian kualitas hadis apakah hadis
itu sahih atau tidak. Penilaian ini dilakukan andai kata diperlukan. Artinya,
bahwa penilaian kualitas suatu hadis dalam men-takhrij tidak selalu harus
dilakukan. Kegaitan ini hanya melengkapi kegiatan takhrij tersebut sebab, dengan
diketahui dari mana hadis itu diperoleh sepintas dapat dilihat sejauh mana
kaulitasnya.
B. Tujuan Dan Kegunaan
Men-Takhrij Hadis
Ilmu takhrij merupakan bagian dari ilmu agama yang perlu
dipelajari dan dikuasai. Sebab di dalamnya dibicarakan berbagai kaidah untuk
mengetahui dari mana sumber hadis itu berasal. Selain itu, di dalamnya
ditemukan banyak kegunaan dan hasil yang diperoleh, khususnya dalam menentukan
kualitas sanad hadis.
Tujuan pokok men-takhrij hadis adalah untuk mengetahui
sumber asal hadis yang ditakhrij. Tujuan lainnya, untuk mengetahui keadaan
hadis tersebut yang berkaitan dengan maqbul dan mardud-nya.
Sedang kegunaan takhrij ini, antara lain :
1)
Dapat mengetahui keadaan hadis
sebagai mana yang dikehendaki atau yang ingin di capai pada tujuan pokok di
atas,
2)
Dapat mengetahui keadaan sanad
hadis dan silsilahnya berapapun banyaknya,apakah sanad-sanad itu bersambung
atau tidak;
3)
Dapat meningkatkan kualitas
suatu Hadis dari Dha’if menjadi Hasan, karena ditemukannya Syahid atau Mu’tabi;
4)
Dapat mengetahui bagaimana
pandangan para ulama terhadaf ke shahihan suatu hadis;
5)
Dapat membedakan mana para
perawi yang ditinggalkan atau yang dipakai;
6)
Dapat menetapkan sesuatu hadis yang dipandang Mubham
menjadi tidak Mubham karena ditemukannya beberapa jalan Sanad, atau sebaliknya
7)
Dapat menetapkan Muttashil kepada
hadis yang diriwayatkan dengan menggunakan Adat At-Tahammul Wa Al-a-da’
(kata-kata yang dipakai dalam penerimaan dan periayatan hadis) dengan an’anah
(kata-kata an/dari)
8)
Dapat memastikan identitas para
perawi, baik berkaitan dengan kun-yah (julukan), laqab (gelar), atau nasab
(keturunan), dengan nama yang jelas.
C. Cara Mentakhrij Hadis
Pada garis besarnya ada lima cara atau jalan untuk
mentakhrij hadis, yaitu:
- Melalui pengenalan nama sahabat perawi hadis
- Melalui pengenalan awal lafaz atau matan suatu hadis
- Melalui pengenalan kata-kata yang tidak banyak beredar atau dikenal dalam pembicaraan, tetapi merupakan bagian dari matan hadis (letak kata-kata tersebut bisa dimana saja, di awal, di tengah atau di akhir matan)
- Melalui pengenalan topic yang terkandung dalam matan hadis
- Melalui pengamatan tertentu terhadap apa yang terdapat dalam suatu hadis, baik matan atau sanadnya.
- Mentakhrij Melalui Pengenalan Nama Sahabat Perawi
Cara men-takhrij
seperti ini hanya bisa dilakukan apabila telah diketahui nama sahabat yang
meriwayatkan hadis tersebut. Apabila nama sahabat diketahui maka pentakhrij –an
dapat dilakukan dengan bantuan tiga macam kitab hadis, yaitu al-masanid (kitab
musnad), al-ma’ajim (kitab-kitab mu’jam), dan kutub al-athraf.
- Al-Masanid (kitab-kitab musnad)
al-masanid adalah jamak dari al-musnad yaitu semacam
kitab yang disusun berdasarkan nama-nama sahabat yang meriwayatkannya. Susunan
nama-nama sahabat dalam kitab-kitab musnad tidaklah sama ada yang disusun
secara alfabetis,dan ada yang disusun berdasarkan kelompok urutan waktu masuk
islam atau keutamaan sahabat, di samping ada pula yang disusun berdasarkan
keutamaan kabilah atau kota.
Hasil karya berupa kitab musnad ini cukup banyak.
Ath-thahhan menyebutkan sebanyak sepuluh kitab yang diantaranya ialah musnad
karya ahmad bin hanbal, musnad karya abu bakr Abdullah bin az-zubair
al-humaidi, dan musnad karya abu daud sulaiman bin daud ath-thayalisi. Dari
kitab-kitab yang disebutkannya dua di antaranya dibicarakan ath-thahhan lebih
lanjut yaitu musnad ahmad bin hanbal dan musnad abu bakr al-humaidi.
- Al-Ma’ajim (kitab-kitab Al-Mu’jam)
Al-ma’ajim atau kitab-kitab Al-Mu’jam menurut istilah
ulama ahli hadis adalah kitab-kitab hadis yang disusun berdasarkan musnad
sahabat, guru (suyukh), atau negeri-negeri tertentu. Diantara kitab Mu’jam yang
terkenal ialah al-Mu’jam al-Kabi’r oleh abu al-Qasim Sulaiman bin Ahmad ath-Thabrani
(w. 360 H) yang memuat sekitar 60,000 buah hadis. Selain itu, al-Mu’jam al-Ausath,
yang berisi sekitar 30,000 buah hadis, dengan nama guru-gurunya sebanayak 2000
orang, al-Mu’jam as-Shagir, yang memuat 1000 buah hadis, dan al-Mu’jam Ash-Shahabah
karya Abu Ya’la Ahmad bin Ali al-Maushuli (w.307 H).
- Kitab-Kitab Al-Athraf
Kata al-athraf jamak dari ath-tharf (sisi atau bagian).
Maka kata tharf al-hadits, berarti bagian dari matan yang menunjukan sisanya.
Seperti kata kullukum ra’in, atau kata bunia al-islam ‘ala khamsin. Kalimat
yang pertama merupakan bagian atau potongan dari hadis yang menjelaskan tentang
kepemimpinan seseorang, seorang imam, atau seorang wanita. Kalimat yang kedua,
merupakan potongan dari hadis tentang dasar-dasar islam.
Pada kitab-kitab seperti ini, penyusun menyebutkan
sebagian dari matan hadis dengan menyebutkan sanad-nya, baik secara lengkap
atau tidak. Kitab-kitab athraf pada umumnya disusun berdasarkan nama-nama
sahabat secara alfabetis, di samping ada juga yang menyusunnya berdasarkan
urutan alfabetis berdasarkan kata-kata awal dari matan hadisnya.
Di antara kitab-kitab athraf ialah:
- athraf as-shahihain karya abu mas’ud ibrahim bin Muhammad ad-dimasqi (w. 401 H).
- al-asyraf ‘ala ma’rifat al-athraf karya ibn ‘Asakir (w. 571 H)
- Tuhfah al-Asyraf bi ‘Ma’rifat al-Athraf karya abu al-Hajjaj Yusuf Adurrahman al-Mizzi (w.742 H).
- Dzakhair Mawarits fi ad-Dalalah ‘ala Mawadhi’I al-hadits karya Abd al-Mugni an-Nablusi (1050-1143).
Pada kitab-kitab yang terakhir ini menjadikan kutub as-sittah (dua
kitab al-jami ‘ash-shahih dan empat kitab as-sunan) dan al-muwaththa’ sebagai
sumbernya.
2. Men-Takhrij Melalui Pengenalan Awal Lafazh
Pada Matan
Dengan mengenal awal matan suatu hadis, maka hadis dapat
di takhrij dengan menggunakan bantuan beberapa kitab hadis yang dapat menunjuk
kepada sumber utamanya. Kitab-kitab dimaksud, ialah kitab-kitab yang memuat
tentang hadis-hadis yang terkenal (al-musytaharah)nya disusun secara
alfabetis,dan kitab-kitab kunci serta daftar isi kitab-kitab hadis tesebut.
a. Kitab-Kitab Yang Memuat Hadis-Hadis Yang Banyak
Dikenal Orang
yang dimaksud dengan hadis-hadis yang banyak dikenal orang atau
al-musytaharah dalam pembicaraan orang banyak, ialah hadis-hadis yang banyak
beredar di masyarakat. Hadis-hadis tersebut adakalanya shahih, hasan,atau dha’if,
bahkan Maudhu. Untuk itu, para ulama telah menyusun kitab-kitab penunjuk yang
menunjukan hadis-hadis yang beredar kepada sumber asalnya. Dengan demikian,akan
menjadi jelas nama yang harus menjadi pegangan umat dan mana yang harus
ditinggalkan. Kitab-kitab seperti ini banyak disusun oleh para ulama antara
abad 10 sampai 13 hijriah. Di antara kitab-kitab tersebut adalah:
1.
At-Tadzkirah fi al-Ahadits
al-Musytaharah, karya Badr ad-Din Muhammad bin Abdullah az-Zarkyasi (w. 974 H);
2.
Ad-Durar al-Muntatsirah fi
al-Ahadits al-Musytaharah, karya as-suyuti (w. 911 H).
3.
Al-Maqashid al-Hasanah fi Bayan
Katsir min al-Ahadits al-musyhurah ‘ala al-Alsinah, karya Muhammad bin
Abdurrahman as-sakhawi (w.902 H); dan
4.
Tashil as-Sabil ila Kasyf
al-Iltibas ‘amma dara min al-Ahadits baina an-Nas, karya Muhammad bin Ahmad
al-Khalili (w. 1057 H).
b. Kitab Hadis Yang Matan-nya Disusun Secara
Alfabetis
Kitab yang demikian berisi hadis-hadis yang diambil dari
beberapa kitab dan disusun secara alfabetis, dengan membuang sanadnya. Akan
tetapi ditunjukan juga sunber utamanya, yang memuat sanad-sanadnya secara
lengkap. Pada kitab-kitab ini identitas sanad hanya dalam wujud huruf-huruf
singkatan. Untuk lebih memudahkan dalam mempergunakan kitab-kitab ini, harus
diketahui lebih dahulu awal matan dari hadis-hadisnya. Sebab, penyusunan hadis
dilakukan berdasarkan huruf pada awal matannya.
Di antara kitab-kitab yang termasuk kelompok ini, ialah
al-ja’mi ash-Shagir min Hadits al-Basyir an-Nadzir dan al-jami ‘al-kabir, yang
keduanya karya as-Suyuthi. Kitab hadis yang disebut pertama meuat sekitar
10.031 buah Hadis, yang dinukil dari kitab karyanya sendiri, Jam’u al-Jawami.
c. Kitab-Kitab Kunci dan Daftar
Isi Kitab Hadis Tertentu
Di antara para ulama, khususnya ulama mutaakhirin, ada
juga yang berusaha membuat kitab kunci (al-miftah) dan kitab yang memuat daftar
isi (al-fihris). Di antara kitab tersebut ialah miftah ash-shahihain karya
Muhammad as-syarif bin Musthafa at-Tauqidi (1312 H). Sistem penyusunannya
secara alfabetis, yakni potongan hadis dari shahih al-Bukhari dan Muslim
disusun dan diberi keterangan seperlunya saja tentang isi kitab/bab, nomor urut
bab, jilid, dan halamannya.
3. Men-takhrij melalui Pengenalan Kata-kata
yang tidak banyak Beredar dalam Pembicaraan
Untuk bagian ini, alat yang dipakai ialah al-mu’jam
al-mufahras li alfazh al-hadits an-nabawi oleh A.J. Wensink, yang diterjemahkan
ke dalam bahasa arab oleh Muhammad fuad Abd al-baqi. Kitab ini disusun dengan
merujuk kepada sembilan kitab hadis induk, yaitu dua kitab al-jami ‘ash-shahih,
empat kitab as-sunan, al-muwaththa’ Malik bin Anas, musnad Ahmad bin Hanbal,
dan musnad ad-darimi.
4. Men-Takhrij Melalui
Pengenalan Topic yang Terkandung Dalam Matan Hadis
Cara mentakhrij melalui pengenalan topic ini dapat
dipakai oleh mereka yang banyak mengasai matan hadis dan kandungannya. Terdapat
banyak kitab yang mentakhrij hadis dengan cara ini, yang pada garis besarnya
terdapat pada tiga bagian
·
Al-kitab-kitab yang memuat
seluruh bab dan topic ilmu agama. Kitab seperti ini banyak sekali, di antaranya
kitab al-jawami, al-mustakhrajah, al-mustadrakah ‘ala al-jawami’, al-majami’,
az-zawaid, dan miftah kunuz as-sunnah.
·
Kitab-kitab yang memuat banyak
bab atau topic, akan tetapi tidak mencakup seluruh bab secara lengkap, seperti
kitab-kitab as-sunan al-muwaththa’ah, dan al-mustakhrajah ‘ala as-sunan.
·
Kitab-kitab yang hanya membahas
bab atau topic-topik khusus, seperti kitab at-tarhib, at-targip, al-akhlak, dan
al-ahkam.
Kitab miftah kunuz as-sunnah yang disusun oleh Muhammad
fuad Abd al-baqi merujuk kepada 14 kitab, yaitu : shahih al-bukhari, shahih
muslim, sunan abu daud., jami’at-turmudzi, sunan an-nasa’I, sunan Ibn Majah,
sunan Ibn Malik, musnad Ahmad, musnad Abu Daud ath-thayalisi, sunan ad-Darimi,
musnad Zaid bin Ali, sirah Ibn hisyam, Magazi al-waqidi, dan thabaqah Ibn
Sa’ad.
5.Mentakhrij Melalui Pengamatan Terhadap Ciri-ciri Tertentu pada Matan
atau Sanad
Dengan mengenal ciri-ciri tertentu pada suatu hadis
dapat menemukan dari mana hadis itu terdapat. Ciri- ciri dimaksud seperti ciri-ciri
maudhu’, ciri-ciri hadits qudsi, ciri-ciri dalam periwayatan dengan silsilah
sanad tertentu, serta ciri-ciri yang lain.
Suatu contoh, jika diketahui ada matan hadis yang
janggal (syadz), maka hadis tersebut dapat dilihat lebih lanjut pada kumpulan
hadis-hadis yang dha’if atau maudhu’, seperti kitab al-maudhu’ah al-kubra’,
begitu juga jika diketahui pada hadis tersebut ada ciri-ciri hadis qudsi, dapat
dilihat lebih lanjut pada kitab-kitab, seperti pada misykah al-anwar fi’ma’ruwiya’an
illahi subhanahu wa ta’ala min al-akhbar. Begitu juga halnya dengan cirri-ciri
yang ditemukan pada sanadnya.
KESIMPULAN
Takhrij adalah mengungkapkan atau
mengeluarkan hadits kepada orang lain dengan menyebutkan para perawi yang
berada dalam rangkaian sanadnya sebagai yang mengelaurkan hadits). Misalnya
dikatakan : hadza hadits akhrajahu al-bukhari atau kharrajahu al-bukhari (
hadist ini dikeluarkan oleh al-bukhari
Me-ntakhrij, berarti melakukan dua
hal, yaitu yang pertama berusaha menemukan para penulis hadis itu sendiri
dengan rangkaian silsilah sanad-nya dan menunjukannya pada karya-karya mereka,
seperti kata-kata akhrajahuh al-baihaqi, akhrajahu al-thabrani fi mu’jamih atau
akhrajahu ahmad fi musnadih.
Ada beberapa manfaat dari takhrijul hadis antara lain sebagai
berikut :
1.
Memberikan informasi bahwa
suatu hadis termasuk hadis shahih, hasan, ataupun dha’if, setelah diadakan
penelitian dari segi matan maupun sanadnya.
2.
Memberikan kemudahan bagi orang
yang mau mengamalkan setelah tahu bahwa suatu hadis adalah hadis makbul (dapat
diterima). Dan sebaliknya tidak mengamalkannya apabila diketahui bahwa suatu
hadis adalah mardud (tertolak)
3.
Menguatkan keyakinan bahwa
suatu hadis adalah benar-benar berasal dari rasulullah SAW. Yang harus kita
ikuti karena adanya bukti-bukti yang kuat tentang kebenaran hadis tersebut,baik
dan segi sanad maupun matan.
DAFTAR PUSTAKA
Utang Ranuwijaya, Dr., M.A. Ilmu
Hadis, Gaya Media Pratama, Jakarta, 2001.
Hasbi Ash-Shiddieqy, prof., Dr., Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis, Bulan
Bintang, Jakarta, 1954.
H. Muhammad Ahmad, Drs.,
M.Mudzakir., Drs, Ulumul Hadis,
Pustaka Setia, Bandung, 2004.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar